Kamis, 07 Februari 2013

makna cinta


Goresan pena "Dokter Sudarmono" 30 Desember 2010

MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT....???
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia
yang sudah senja bahkan sudah mendekati malam,
Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan
merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka
menikah sudah lebih 32 tahun Mereka dikarunia 4 orang anak
di sinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak
ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan
itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ketiga seluruh
tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang
lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran,
menyuapi, dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur.
Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV
supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya
tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu
jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk
menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang
memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib
dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa
saja yang dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa
menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia
selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun,
dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan
ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah
dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah
orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah
anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing
dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yg
merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati-hati anak yg sulung berkata “Pak
kami ingin sekali merawat ibu , semenjak kami kecil melihat
bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari
bibir bapak.........bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu” .
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya”
sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah
lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak
menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami
sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat
ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2
mereka.
“Anak-anakku ......... Jikalau perkawinan dan hidup didunia ini
hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah......tapi
ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah
lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian…sejenak
kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir
didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat
menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah
dia menginginkan keadaanya seperti ini.
Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa
bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang,
kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan
dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih
sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Merekapun
melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno..
dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun
TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun
mengajukan pertanyaan kepada Suyatno
kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg
sudah tidak bisa apa-apa.
disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di
studio. kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup
menahan haru disitulah pak Suyatno bercerita;
***Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam
perkawinannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu,
tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan
sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai
saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia
memberi saya 4 orang anak yg lucu-lucu. Sekarang dia sakit
karena berkorban untuk cinta kita bersama…dan itu merupakan
ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk
mencintainya apa adanya, sehatpun belum tentu saya mencari
penggantinya apalagi dia sakit ***

Rabu, 06 Februari 2013

Sejarah Lembah Palu

SEJARAH LEMBAH PALU
         Suku kaili adalah suku yang mendiami lembah palu. Atau bisa disebut juga sebagai suku asli lembah palu. Masyarakatsuku ini mendiami sebagian besar wilayah sulawesi tengah meliputi Kota Palu, Wilayah kabupaten Donggala, Kabupaten Kulawi, Parigi dan Ampana, Sebagian Kabupaten poso dan sejumlah kecil mendiami kabupaten lainnya seperti Kabupaten Buol dan kabuaten Toli-toli. Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku orang palu ini berasal dari nama pohon dan buah kaili, yang umumnya tumbuh dihutan-hutan dikawasan daerah ini. Penulis belum pernah membaca penelitian tentang khasanah budayah daerah ini dalam suatu karya ilmiah yang komprehensif mengenai budaya dan tradisi masyarakat ini. Tapi paling tidak berdasarkan pengalaman, penulis dapat mengungkapkan bahwa Bahasa Kaili yang menjadi bahasa dimasyarakat ini sangatlah unik dan banyak ragamnya. Misalnya bahasa kaili ledo oleh masyarakat palu, kaili edo bagi masyarakat watunonju, Kaili inja bagi masyarakat Bora, Kaili Tara untuk masyarakat Lasoani, Kaili Ija untuk masyarakat Lambara, Kaili ado untuk masyarakat Pakuli….dan masih banyak lagi …….
Kawasan Lembah Palu dan sekitarnya beberapa abat yang lampau merupakan dataran air sungai Palu, dan merupakan suatu wilayah yang menjadi ciri has kebudayaan dan pemerintahan.
 Adat hidup dinegeri ini khusus lemba Palu saat ini kecamatan Palu Timur dan Palu Barat, minus kelurahan Tondo, Petobo, dan kecamatan Marawola adalah kerajaan Palu yang dahulu masuk dalam lingkungan kerajaan Gowa.

Kerajaan Palu yang terletak di dataran sungai Palu didirikan seorang pangeran yang berasal  dari “MARIMA” diatas Poboya yang bernama “Pue Nggari”. Pue Ngari bersama rakyat turun dari “Marima” dan tinggal beberapa lama di “Pantosu”, dan setelah itu pindah lagi di Valangguni kemudian pindah lagi dilokasi penggaraman saat ini, kemudian pindah lagi ke “Pandapa”  nama sekarang ini Besusu.

Setelah tinggal dibesusu dibuatlah Istana untuk Pangeran yaitu Pue Nggari dan tempatnya dibuat dari bahan tanah disusun secara tinggi dan bertingkat. Setelah dibuatkan Istana di Besusu Pue Nggari kawin lagi dengan Pue Puti dari Dolo, Pue Putih ini, saudara dari Penguasa dolo yang di sebut pada waktu itu “Bulanggo”

Pue Nggarai mempunyai tiga orang putera dan dua orang puteri yang berada di Palu yaitu :

Putera :
-         Lasamaingu
-         Pue Songu dan
-         Andi Lana

Puteri
-         Yenda Bulava dan
-         Pue Rupiah,

Tidak lama Pue Nggari mendiami Lemba Palu kemudian di ikuti keluarganya dari “Malino” yaitu :
-         Rombongan Yantakalena turun dan mendiami Kayu Malue
-         Rombongan Pue Voka  turun dan mendiami Vatu Tela
-         Rombongan Pue Nggari turun dilokasi penggaraman nama saat ini, dan kemudian  mendiami Besusu.

Dilokasi penggaraman ini digalilah sumur oleh seorang keluarga Pue Nggari yang bernama “Rasede”, sumur inilah yang diberi nama  “Buvu Rasede” sampai sekarang.

-         Rombongan dari Bulili, Gunung Gawalise dan sekitarnya turun langsung ke “Tatanga” di bawah kepala suku bernama “Raliangi”, kemudian langsung mendiamai bulava dan Penggeve  tidak lama kemudian terus kesiranindi.


PERISTIWA BERSEJARAH

Setelah seluruh persyaratan dari Sombarigowa diterima Pue Nggari maka diadakanlah sebagai berikut :

-         Pengislaman terhadap Pue Nggari bersama keluarganya yang dilaksanakan oleh Dato Karama dengan istilah “PoVonju Tevo”

Keluarga-keluarga  bangsawan yang turut di islamkan sebagai berikut :
-         Vua Pinano isteri dari Pue Nggari
-         Lasamaingu
-         Andi lana bersama isteri dari Tatanga
-         Pue Songu tidak mau di Islamkan
-         Yenda Bulava , suaminya tidak mau di Islamkan dan tidak menerima agama Islam.
-         Pue Rupiah yang dikenal dengan Pue Sese
-         Keluarga dari labunggulili keturunan Dari silalangi. Serta di Islamkan juga Pue Njidi yang Berkedudukan Panggewe.

Setelah persyaratan dari somba ri gowa di penuhi semuanya Palu di Proklamirkan sebagai kerajaaan yang berdiri sendiri.

            Sesudah terlepas dari kekuasaan somba ri gowa tapi yang dipertahankan adalah :
Kalau Gowa menjadi Rusuh maka palu menjadi Susah, kalau Palu tidak dapat menyelesaikan masalah di ujungpandang kapasana.maka disusunlah Pemerintahan sebagai berikut :
-         Magau adalah Pue Nggari
-         Madika Malolo dari keluarga Silalangi
-         Madika Matua tetap dipegang keluarga dibesusu
-         Baligau keluarga madika Tatanga


SEJARAH KERAJAAN PALU

Panjaroro (Pue boNgo) putra dari mbulava lemba pangeran dari bangga. Kawin dengan yenda bulava. Yenda Bulava puteri pue nggari, magau pertama yang di islamkan pertama dato karama bersama pemberian payung kerajaan dari Sulawesi Selatan.

            Hasil perkawinan pebolai dengan adik magau dolo (pue Puti) pue putih dibuatkan istana di tangga banggo. Di istana inilah panjororo dilahirkan. Pue inggari pangeran dari besusu yang menerima payung kerajaan dari Sulawesi Selatan. Adapun Payung kerajaan yang ada dilemba kaili masing masing :

-         Payung kerajaan palu berasal dari Gowa yang diBawah Dato Karama diterima pue nggari di besusu pada akhir abad ke 19. payung kerajaan dibawah ketatanga.
-         Payung Kerajaan Dolo bersal dari bone dibawah Manuraja diterima oleh sumba lemba di palu, kemudian diteruskan sumba Bulava di Dolo pada waktu itu berkedudukan di Bodi, sumba bulava pangkatnya magau.
-         Payung kerajaan Sigi berasal dari Luwu di bawah oleh Towiwa, kemudian towiwa kawin dengan bakulu, hasil perkawinan dengan bakulu melahirkan saera dan tandalabua, mereka inilah menurunkan raja raja sigi dan tavaili. Towiwa ini berpangkat Capita pada waktu itu pusat kerajaan sigi berpusat sigimpu.
-         Puenggari mempunyai dua orang isteri antara lain isteri pertama dari Bulu Masomba di bawah keistana besusu.
-         Isteri Nibolai Berasal dari Dolo tinggal di Tangga banggo.
Dilemba kaili pada saat itu ada dua persekutuan yaitu Rantempanau yang terdiri kerajaan Palu dibawah Pimpinan Pue Sese
Kerajaan Dolo dibawah Pimpinan Pue Boga dan Rantempandake yang terdiri dari kerajaan sigi dan Tavaeli pada saat itu dipimpin oleh “Tomai Bakulu”.
Atas perkawinan pue nggari dengan pue putih madika dolo lahir dua orang puteri yaitu

1.      …  bulava    
2.      Daesana

Pue puti semasa kawin dengan Pue Nggari menempati Istana Tangga Banggo. Istana ini ditempati juga oleh Yendabulava, Yendabulava dikawini oleh bangsawan dari bangga yang bernama Mbulawa lemba.Dan hasil perkawinan Yendabulawa dengan Bulawa Lemba lahir seorang putera bernama “Panjaroro” yang dikenal dengan nama “Pue Bongo”.
Daesana” dikawini oleh bangsawan dari “Tavaili”,
Panjoro yang disebut sekarang dengan nama “Pue Bonggo” yang berjasa meluaskan kerajaan palu.

Esepansi Panjaroro, kesebelah barat sampai dengan tanah kasolowa yaitu di Sorodu melahirkan seorang putera bernama “Tiro lemba”.
Mbangejo Lemba kawin dengan Daeng Mangipi Madika “Bulanggo Dolo”, hasil perkawinan Mbangejo  Lemba dengan Daeng Mangipi Lahir seorang anak bernama Yaruntasi. Yaruntasi inilah diangkat sebagai Magau Dolo yang ke 4.
Panjororo juga kawin di Labuan dan anak dari labuan kawin dengan Makagera (Pue Lemba)  Melahirkan Jalalemba, Limuintan (Madika Randalabuan) kemudian kawin lagi di Maboro dan Palu.

Setelah panjaroro meluaskan kerajaan Palu kemudian bergerak ke utara sampai kebuol. setelah tiba di buol Panjororo (Pue Bonggo) tinggal puluhan tahun di Buol
Setelah puluhan tahun di buol kerajaan Palu diserang dari arah timur dan selatan oleh kerajaan Sigi kecuali ibu kota kerajaan tidak diserang yaitu  Besusu dengan diplomasi Sigi dari Magau Mombine.
Setelah rombongan Pue Sese dan Pue Bongo tiba di Palu dibuatlah serangan pembalasan terhadap kerjaan Sigi kemudian Pue Sese dan Pue Bongo mengatur persiapan pasukan untuk serangan balasan. Pasukan yang disiapkan terdiri dari :
Pasukan dari Dombu / Gunung Gawalise dibawah pimpinan Bangsawan Pindagi dari Bangga.

Panjororo juga ikut berperang langsung sebagai penanggung jawab.
Pue Indate Ngisi  dan Pue Mpero sebagai panglima perang.
Pasukan terbagi dua masing masing dibawah pimpinan Puempero dan Pue Ndatengisi, setelah siap semua persiapan serangan balasan serangan dilaksanakan pada waktu sigi mengadakan “Salia Madika “ pesta raja

Pasukan Pue Ndatengisi menyerang dari arah timur, Pasukan Pue Mpera menyerang dari arah barat yaitu dari dolo. Kecuali ibu kota kerajaan sigi tidak diserang.
Pasukan dari Palu mengobrak-abrik Pasukan Sigi yang berada di Vatunonju dan Bora.
Rakyat dari Vatu Nonju bernama Lolu di jadikan tawanan perang kemudian di bawah ke Palu. Dan sebagian tinggal di Biromaru, dan rakyat berasal dari Sigi tinggal di Palu kemudian diberian tempat tinggal yang baru yaitu karena mereka berasal dari Sigi.
Setelah Panjororo membawa kemenangan melawan pasukan sigi maka diadakan beberapa isi perjanjian :

1.      Diadakan upacara Notiro Uve yaitu upacara sumpah setia mengeluarkan Batu Putih yang diambil dari Sigi pada muara sunggai Palu dengan sumpah setia berbunyi : “Meumbapa Vatu Puti Hie pade Mahancuru Tanah Nupalu” 
2.      Diadakan pemindahan ibukota kerajaan dari besusu keserang sungai Palu bagian barat.
3.      Magau kedua yaitu Pue Sese mengadakan Manjingge Toru artinya melepaskan dan menyerahkan Kaogea
4.      Panjororo Akan dikawinkan dengan Puteri dari siralangi yang bernama Buse Mbaso, tindakan angka 2, 3, dan 4 disebut diatas dilaksanakan secara damai.

Setelah pue Sese menyerahkan jabatan magau kepada panjaroro Yang disebut saat ini Pue Bongo yaitu dengan acara Panjingge Toru ibu kota kerajaan dipindahkan dari besusu kebesusus kota yang sekarang disebut Kelurahan Baru. Maka terjadilah hal sebagai Berikut :
1.        Panjororo yang disebut Pue Bonggo dan keturunannya berhak menduduki tahta Magau Palu dengan Bulanggo
2.         Labunggulili dan dinastinya menduduki jabatan sebagai madika malolo Palu
3.        Keturunan Pue Sese beserta dinastinya akan menjadi Madika Matua Palu.
4.        Labunggulimu dan dinastinya menjadi Baligau Palu.

Hal-hal tersebut diatas hasil perjanjian / sumpah setia agar tidak terjadi perebutan kekusaan dikerajaan Palu. Setelah Panjororo tinggal di Besusu Busi Mbaso dari hasil perkawinannya lahir seorang anak bernama Malasigi.

Malasigi inilah menggantikan ayahnya sebagai magau kedua untuk kerajaan Palu. Malasigi mempunyai yang diakui oleh kerajaan yaitu seorang berkedudukan dibesusu dan seorang lagi berkedudukan di Panggona (Kel. Lere) saat ini.
Yajibose salah seorang bangsawan yang berpengaruh kuat di dolo. dan siapa yang berhak menggantikan Yaruntasi, apakah Pue Bengge atau Yanuraja atau Putra dari Yajibose. dan untuk menyelesaikan masalah ini diadakan musyawarah dikerajaan antara kerajaan Dolo dengan kerajaan Palu dipimpin oleh Madika Matua dari Besusu dan hasil musyawarah yaitu dibuatkan baruga lima di kaleke baruga 7 di dolo.
1.      Saudara dari yanu raja bernama Satimanuru dikawinkan dengan Jalalolu (pue langgo)
2.      Saudara dari Pue Bengge bernama Pue mbaso dikawinkan dengan Lasambili
3.      Para Bangsawan Masing Masing mEnerima upeti yang sama
4.      anak dari pue mbaso dan lasambili setelah  besar akan berkedudukan dikerajaan dolo.

Isteri dari besusu lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Raja Dewa. Isteri dari panggona ini keturunan dari Silalangi kemudian lahir seorang anak lakilaki bernama Lamakaraka (Tondate Dayo).





Syner det einaste innlegget.
  • http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-snc4/hs251.snc3/23080_1128626115_2079_q.jpg
Mukmin Kota Palu yang berada tepat di tengah-tengah pulau sulawesi merupakan sebuah kota yang kecil yang berpenduduk sekitar 400rb jiwa. Memiliki kultur masyarakat heterogen, berasal dari hampir seluruh suku bangsa negeri ini.

Dalam rentan sejarah bangsa ini, kota Palu sangat jarang di sebutkan baik itu sejarah sebelum maupun sesudah kemerdekaan. yang kemudian memunculkan berbagai pertanyaan, kenapa yah? apa sebabnya bisa begitu? apakah Kota Palu belum ada pada saat itu?

Dalam kesempatan ini kami mencoba mengungkap kembali berbagai peristiwa penting yang terjadi di Palu yang saat ini sedikit terlupakan (atau mungkin tidak pernah didapatkan di bangku sekolah?) dan mengendap di perpustakaan-perpustakaan dan di rak-rak buku kita yang sudah berdebu, seperti debu-debu yang beterbangan di dalam kota.


Sekilas,

Untuk ukuran sebuah kota, dalam hal ini sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan Palu telah berumur lebih dari 400 tahun yang di diami oleh penduduk asli yaitu suku Kaili. Yang sampai saat ini menjadi salah satu suku yang terbanyak jumlah penduduknya di Sulawesi Tengah yang berjumlah sekitar 45% dari keseluruhan jumlah penduduk Sulawesi Tengah.

Sangat sedikit literatur yang membicarakan kota Palu, kalaupun ada usianya sudah lebih dari 20 tahun yang lalu. hal ini menjadi salah satu penghambat penelusuran sejarah. namun banyak hal yang dapat dilakukan untuk melacak sejarah yang terlupakan ini, salah satunya dengan folk-tale (cerita rakyat) yang masih ada dimasyarakat sampai saat ini.


Sedikit mengali,

Pada awalnya peadaban to-Kaili terletak di pegunungan yang mengintari laut Kaili (saat itu kata Palu belum digunakan, karena lembah Palu masih berupa lautan) yang terdiri dari beberapa Kerajaan lokal. to-Kaili juga terdiri dari beberapa subetnik Kaili diantaranya To-Sigi, To-Biromaru, To-Banawa, To-Dolo, To-Kulawi, To-Banggakoro, To-Bangga, To-Pakuli, To-Sibalaya, To-Tavaili, To-Parigi, To-Kulavi dan masih banyak lagi subetnis Kaili lainnya.

To-Kaili mendiami hampir seluruh seluruh Kota Palu, Kab. Donggala, Kab. Sigi dan Kab. Parigimautong.

Selain itu to-Kaili juga mempunyai beberapa dialek diantaranya dialek Ledo, Rai, Tara, Ija, Edo/Ado, Unde, dan lain-lain. an dari semua dialek, dialek Ledo merupakan dialek yang umum di gunakan. Semua dialek Kaili merupakan dialek yang dibedakab dari kata "sangkal", karena semua jenis dialek Kaili mengandung pengrartian "tidak".

Kaili sendiri konon katanya diambil dari satu jenis pohon yang bernama Kaili (saat ini sudah punah) sebuah pohon yang sangat besar dan tinggi yang menjadi penanda daratan bagi orang-orang yang memasuki teluk Kaili (teluk Palu dulu bernama teluk Kaili). Pohon Kaili ini diperkirakan terletak diantara Kalinjo (sebelah timur Ngata Baru) dan Sigimpu (sebelah Tenggara desa Bora). ditengarai pohon ini terletak di Ngata Kaili (sebuah kampung yang terletakdi sebelah selatan Paneki, saat ini masih didiami oleh masyarakat etnik Kaili).

Dalam Epos Galigo tercatat satu riwayat Sawerigading, yang pernah menginjakan kakinya di tanah Kaili, peristiwa ini terjadi sekitar abad 8-9 M. Cerita tentang Sawerigading sangat populer di masyarakat Bugis dan juga masyarakat Kaili. Peristiwa ini juga merupakan cikal bakal terjalinnya hubungan dagang antara Kerajaan-Kerajaan di Tanah Kaili khususnya Kerajaan Banawa dan Kerajaan Sigi.

Kapan adanya Palu?

Teluk Kaili dahulu sangat luas yang tepi pantai sebelah barat berada di Desa Bangga, di belah timur sampai ke Desa Bora dan mengintari Desa Loru. Bisa di bayangkan seperti apa lembah Palu pada saat itu. proses surutnya laut teluk Kaili diperkirakan terjadi sebelum Abad 16, sebab pada Abad 16 sudah ada Kerajaan Palu.

Ada beberapa versi tentang surutnya laut Kaili yang berkebang di masyarakat, salah satunya adalah saat seekor anjing yang mengganggu ketenangan seekor belut lalu kemudian terjadi perkelahian hebat yang menyebabkan sang belut keluar dari lubangnya kemudian oleh si anjing, belut tersebut di seret menuju laut dan serta merta air laut pun surut dan berakhir di talise.

Lubang belut itu yang kemudian menjadi Rano Lindu (Danau Lindu) sedangkan tanah bekas di seretnya sang belut kemudian menjadi sungai Palu.

Dalam versi lain di sebutkan proses surutnya air laut terjadi pada saat Kerajaan sigi yang saat itu di pimpin oleh seorang perempuan bernama Ngilinayo atau lebih di kenal dengan nama Itondei sedang melakukan pesta besar untuk rakyat Sigi da terjadi sebuah bencana besar yang mengguncang seluruh daerah Tanah Kaili. bencana itu menyebabkabkan laut Kaili menyusut dan membentuk daratan yang pada saat itu di sebut "LEMBA" atau lembah. tidak diketahui berapa lama proses ini berlangsung. pun halnya dengan menjadi subur dan nyamannya "LEMBA" untuk ditinggali.

Subur dan nyamannya lembah Kaili menggoda para masyarakat yang pada saat surutnya laut Kaili sudah menjadi masyarakat pegunungan untuk menempatinya. terjadilah gelombang urban baik dari barat lembah maupun dari timur lembah. di timur lembah terjadi dua gelombang yaitu:

- gelombang pertama menempati daerah yang di tumbuhi ilalang (Biro) yang sekarang bernama Biromaru

- gelombang kedua memecah diri menjadi dua, kelompok yang satu pun memilih Biromaru dan yang lainnya melanjutkan perjalanan menuju Palu.

Gelombang urban ini kesemuanya berasal dari Raranggonau, sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Paneki.

Untuk menamai tempat yang di diaminya (dalam hal ini urban yang menuju ke Palu) maka masyarakat menanan Avo mPalu di tepi sungai Palu (tidak diketahui dimana letak yang pasti). Avo mPalu adalah adalah salah satu jenis bambu yang bentuknya kecil (Avo mPalu = bambu kecil) yang tumbuh di Daerah Raranggonau. dan seterusnya nama Palu ini digunakan.

dari barat lembah terjadi satu gelombang yang berasal dari bangga lalu kemudian menempati satu wilayah yang kini dikenal dengan nama Dolo.


Berapa usia kota Palu?

Pada Abad 16 dalam Aksara Lontara telah di sebutkan satu Kerajaan di tanah Kaili yang bernama Kerajaan Palu. punhalnya para intelektual belada pada Abad 18 telah menggunakan kata Palu untuk menunjuk daerah lembah Kaili.

Patut ditelusuri kapan tepatnya penggunaan kata Palu untuk Kota Palu sebab hal ini dapat mengungkap tabir peradaban masyarakat Kaili. Sayangnya, masyarakat Kaili tidak menganut budaya tulis, melainkan budaya lisan. Hal ini disebabkan karena orang Kaili mempunyai satu filosofi bahwa tubuh adalah dunia yang kecil, dan apun yang terjadi di dunia merupakan kejadian dalam diri. Dengan kata lain tubuh adalah rangkaian catatan-catatan yang terus mengalir dari waktu kewaktu.

Pengertian Kaili secara lingua franca lebih merujuk kepada tubuh, tempat mengalirnya darah. No -Kaili = mengaliri, dari hulu ke hilir memberi kehidupan dan pengalaman baru kepada apapun yang dilaluinya.


= catatan khusus=

dari semua peradaban to-Kaili yang coba diungkap disini masih ada lagi satu peadaban yang di tengarai juga sangat tua yaitu peradanan Lando, yaitu peradaban to-Kaili yang terletak diantara raranggonau dan tompu. dan ada satu Kerajaan Kaili tertua yang bernama Kerajaan Sidima yang terletak di Negeri Kalinjo (sebelah timur Tompu). Namun, kurangnya literatur menyebabkan pembahasan ini belum dapat di publikasikan.

Pada tulisan ini juga kami tidak menggunakan kata bolovatu mPalu tapi avo mPalu, dikarenakan penamaan bambu bagi To-Kaili untuk bolovatu digunakan untuk bambu berukuran besar seperti bambu gobong. Sedangkan avo di gunakan untuk bambu yang berukuran lebih kecil.

Tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber yang di observasi secara literatur dan wawancara.


sekian,
forum polibu to-Kaili
ditulis oleh mukminsogeahmad
(tulisan ini pernah di tulis di polibutokaili.multiply.com)
Teluk Palu, Diambil dari AFFAN AKA AFFANDO Fotopage
Sebelumnya wilayah Kota Palu sebagai kerajaan Tanah Kaili dengan ibu negerinya Palu memberlakukan sistim pemerintahan adat raja-raja.
Pemerintahan tanah Kaili dipimpin seorang raja yang dikenal dengan sebutan To Manuru.
Raja-raja keturunan To Manuru disebut Madika. Kerajaan Tanah Kaili meliputi empat Kerajaan yaitu : Kerajaan Palu, Kerajaan Tawaili, Kerjaaan Sigi dan Kerajaan Banawa.
Masuknya pengaruh Belanda akhir abad 19 mengakibatkan
takluknya kerajaan-kerajaan dilembah Palu setelah di dahului oleh perang, setelah takluk, kerajaan-kerajaan Tanah Kaili
diikat dengan perjanjian jangka panjang (Lange Contruct), kemudian dilanjutkan jangka pendek ( Karte Velklaring).
Pemerintahan Kerajaan Tanah Kaili memiliki 3 badan :
1. Patanggota, artinya pemegang kekuasaan yang merupakan mentri. Patanggota terdiri dari empat orang berfungsi sebagai Badan Eksekutif.
2. Pitunggota, artinya pemegang kekuasaan yang merupakan mentri. Pitunggota terdiri dari empat orang yang berfungsi sebagai Badan Legislatif.
3. Valunggota, artinya pemegang kekuasaan yang merupakan mentri. Valunggota terdiri dari 8 orang yang berfungsi sebagai Badan Eksekutif.
susunan Pemerintahan kerajaan Tanah kaili pada masa raja-raja yang ditetapkan adat:
1. Magau adalah Raja yang dipilih dan dilantik secara adat
2. Madika Malolo adalah Raja Muda sebagai wakil magau, dengan syarat pemilihan yang sama dengan Magau.
3. Madika Matua adalah Perdana Mentri merangkap urusan luar negeri dan ekonomi diangkat dan diberhentikan oleh magau atas persetujuan Baligau atau Ketua Kota Pitunggota.
4. Punggava adalah mentri dalam negeri
5. Tadulako adalah mentri pertahanan keamanan
6. Galara atau mentri kehakiman
7. Pabicara atau mentri penerangan
8. Sabandara adalah mentri perhubungan laut
Namun pada akhir abad ke-19 Belanda masuk ke lembah palu dan menaklukan beberapa kerajaan. Beberapa kerajaan lagi melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda, salah satunya kerajaan Tatanga, namun yang menyedihkan beberapa kerajaan bersekutu dengan pihak Belanda untuk merebut kerajaan. Kerajaan yang kalah kemudian dihadiahkan kepada pihak sekutu dan mengankat Raja baru yang dianggap tunduk kepada Pemerintahan Belanda. Hal ini mereka tempuh untuk melanngengkan kekuasaannya. Hingga akhirnya banyak Raja-raja baru yang bermunculan. Yang sering menjadi pertanyaan hingga saat ini, apakah Raja-raja yang sering disebut saat ini benar - benar keturunan To Manuru ataukah raja yang di angkat oleh Belanda.
Wajar ketika pihak pemerintah Kota Palu menetapkan Pahlawan lokal Sulteng banyak menuai kritik. Bukan tidak beralasan, namun karena adanya sejarah yang simpang siur membuat kota Kaledo ini tidak memiliki Pahlawan lokal seperti Hasanuddin di Kota Makassar.
Top of Form
Bottom of Form