SEJARAH
LEMBAH PALU
Suku kaili
adalah suku yang mendiami lembah palu. Atau bisa disebut juga sebagai suku asli
lembah palu. Masyarakatsuku ini mendiami sebagian besar wilayah sulawesi tengah
meliputi Kota Palu, Wilayah kabupaten Donggala, Kabupaten Kulawi, Parigi dan
Ampana, Sebagian Kabupaten poso dan sejumlah kecil mendiami kabupaten lainnya
seperti Kabupaten Buol dan kabuaten Toli-toli. Ada beberapa pendapat yang
mengemukakan etimologi dari kata kaili, salah satunya menyebutkan bahwa
kata yang menjadi nama suku orang palu ini berasal dari nama pohon dan buah
kaili, yang umumnya tumbuh dihutan-hutan dikawasan daerah ini. Penulis belum
pernah membaca penelitian tentang khasanah budayah daerah ini dalam suatu karya
ilmiah yang komprehensif mengenai budaya dan tradisi masyarakat ini. Tapi
paling tidak berdasarkan pengalaman, penulis dapat mengungkapkan bahwa Bahasa
Kaili yang menjadi bahasa dimasyarakat ini sangatlah unik dan banyak ragamnya.
Misalnya bahasa kaili ledo oleh masyarakat palu, kaili edo bagi masyarakat watunonju, Kaili inja bagi masyarakat Bora, Kaili Tara untuk masyarakat Lasoani, Kaili Ija untuk masyarakat Lambara, Kaili ado untuk
masyarakat Pakuli….dan masih banyak lagi …….
Kawasan
Lembah Palu dan sekitarnya beberapa abat yang lampau merupakan dataran
air sungai Palu, dan merupakan suatu wilayah yang menjadi ciri has kebudayaan
dan pemerintahan.
Adat
hidup dinegeri ini khusus lemba Palu saat ini kecamatan Palu Timur dan Palu
Barat, minus kelurahan Tondo, Petobo, dan kecamatan Marawola adalah kerajaan
Palu yang dahulu masuk dalam lingkungan kerajaan Gowa.
Kerajaan
Palu yang terletak di dataran sungai Palu didirikan seorang pangeran yang
berasal dari “MARIMA” diatas Poboya yang bernama “Pue Nggari”. Pue
Ngari bersama rakyat turun dari “Marima” dan tinggal beberapa lama di
“Pantosu”, dan setelah itu pindah lagi di Valangguni kemudian pindah lagi dilokasi
penggaraman saat ini, kemudian pindah lagi ke “Pandapa” nama sekarang ini
Besusu.
Setelah
tinggal dibesusu dibuatlah Istana untuk Pangeran yaitu Pue Nggari dan tempatnya
dibuat dari bahan tanah disusun secara tinggi dan bertingkat. Setelah dibuatkan
Istana di Besusu Pue Nggari kawin lagi dengan Pue Puti dari Dolo, Pue Putih
ini, saudara dari Penguasa dolo yang di sebut pada waktu itu “Bulanggo”
Pue
Nggarai mempunyai tiga orang putera dan dua orang puteri yang berada di Palu
yaitu :
Putera :
-
Lasamaingu
-
Pue Songu dan
-
Andi Lana
Puteri
-
Yenda Bulava dan
-
Pue Rupiah,
Tidak lama Pue Nggari mendiami Lemba
Palu kemudian di ikuti keluarganya dari “Malino” yaitu :
-
Rombongan Yantakalena turun dan
mendiami Kayu Malue
-
Rombongan Pue Voka turun dan
mendiami Vatu Tela
-
Rombongan Pue Nggari turun dilokasi
penggaraman nama saat ini, dan kemudian mendiami Besusu.
Dilokasi penggaraman ini digalilah
sumur oleh seorang keluarga Pue Nggari yang bernama “Rasede”, sumur
inilah yang diberi nama “Buvu Rasede” sampai sekarang.
- Rombongan dari Bulili, Gunung Gawalise dan sekitarnya turun
langsung ke “Tatanga” di bawah kepala suku bernama “Raliangi”, kemudian
langsung mendiamai bulava dan Penggeve tidak lama kemudian
terus kesiranindi.
PERISTIWA BERSEJARAH
Setelah seluruh persyaratan dari
Sombarigowa diterima Pue Nggari maka diadakanlah sebagai berikut :
-
Pengislaman terhadap Pue Nggari
bersama keluarganya yang dilaksanakan oleh Dato Karama dengan istilah “PoVonju
Tevo”
Keluarga-keluarga bangsawan
yang turut di islamkan sebagai berikut :
-
Vua Pinano isteri dari Pue Nggari
-
Lasamaingu
-
Andi lana bersama isteri dari
Tatanga
-
Pue Songu tidak mau di Islamkan
-
Yenda Bulava , suaminya tidak mau di
Islamkan dan tidak menerima agama Islam.
-
Pue Rupiah yang dikenal dengan Pue
Sese
-
Keluarga dari labunggulili keturunan
Dari silalangi. Serta di Islamkan juga Pue Njidi yang Berkedudukan Panggewe.
Setelah persyaratan dari somba ri
gowa di penuhi semuanya Palu di Proklamirkan sebagai kerajaaan yang berdiri
sendiri.
Sesudah terlepas dari kekuasaan somba ri gowa tapi yang dipertahankan adalah :
Kalau Gowa menjadi Rusuh maka palu
menjadi Susah, kalau Palu tidak dapat menyelesaikan masalah di ujungpandang
kapasana.maka disusunlah Pemerintahan sebagai berikut :
-
Magau adalah Pue Nggari
-
Madika Malolo dari keluarga
Silalangi
-
Madika Matua tetap dipegang keluarga
dibesusu
-
Baligau keluarga madika Tatanga
SEJARAH KERAJAAN PALU
Panjaroro
(Pue boNgo) putra dari mbulava lemba pangeran dari bangga. Kawin dengan yenda
bulava. Yenda Bulava puteri pue nggari, magau pertama yang di islamkan pertama
dato karama bersama pemberian payung kerajaan dari Sulawesi Selatan.
Hasil perkawinan pebolai dengan adik magau dolo (pue Puti) pue putih dibuatkan
istana di tangga banggo. Di istana inilah panjororo dilahirkan. Pue inggari
pangeran dari besusu yang menerima payung kerajaan dari Sulawesi Selatan.
Adapun Payung kerajaan yang ada dilemba kaili masing masing :
-
Payung kerajaan palu berasal dari
Gowa yang diBawah Dato Karama diterima pue nggari di besusu pada akhir abad ke
19. payung kerajaan dibawah ketatanga.
-
Payung Kerajaan Dolo bersal dari
bone dibawah Manuraja diterima oleh sumba lemba di palu, kemudian diteruskan
sumba Bulava di Dolo pada waktu itu berkedudukan di Bodi, sumba bulava
pangkatnya magau.
-
Payung kerajaan Sigi berasal dari
Luwu di bawah oleh Towiwa, kemudian towiwa kawin dengan bakulu, hasil
perkawinan dengan bakulu melahirkan saera dan tandalabua, mereka inilah
menurunkan raja raja sigi dan tavaili. Towiwa ini berpangkat Capita pada waktu
itu pusat kerajaan sigi berpusat sigimpu.
-
Puenggari mempunyai dua orang isteri
antara lain isteri pertama dari Bulu Masomba di bawah keistana besusu.
-
Isteri Nibolai Berasal dari Dolo tinggal
di Tangga banggo.
Dilemba kaili pada saat itu ada dua
persekutuan yaitu Rantempanau yang terdiri kerajaan Palu dibawah
Pimpinan Pue Sese
Kerajaan Dolo dibawah Pimpinan Pue
Boga dan Rantempandake yang terdiri dari kerajaan sigi dan Tavaeli
pada saat itu dipimpin oleh “Tomai Bakulu”.
Atas perkawinan pue nggari dengan
pue putih madika dolo lahir dua orang puteri yaitu
1.
… bulava
2.
Daesana
Pue puti semasa kawin dengan Pue
Nggari menempati Istana Tangga Banggo. Istana ini ditempati juga oleh
Yendabulava, Yendabulava dikawini oleh bangsawan dari bangga yang bernama
Mbulawa lemba.Dan hasil perkawinan Yendabulawa dengan Bulawa Lemba lahir
seorang putera bernama “Panjaroro” yang dikenal dengan nama “Pue
Bongo”.
“Daesana” dikawini oleh
bangsawan dari “Tavaili”,
Panjoro yang disebut sekarang dengan
nama “Pue Bonggo” yang berjasa meluaskan kerajaan palu.
Esepansi Panjaroro, kesebelah barat
sampai dengan tanah kasolowa yaitu di Sorodu melahirkan seorang putera
bernama “Tiro lemba”.
Mbangejo Lemba kawin dengan Daeng Mangipi Madika “Bulanggo Dolo”,
hasil perkawinan Mbangejo Lemba dengan Daeng Mangipi Lahir
seorang anak bernama Yaruntasi. Yaruntasi inilah diangkat sebagai Magau
Dolo yang ke 4.
Panjororo juga kawin di Labuan dan
anak dari labuan kawin dengan Makagera (Pue Lemba) Melahirkan Jalalemba,
Limuintan (Madika Randalabuan) kemudian kawin lagi di Maboro dan Palu.
Setelah panjaroro meluaskan kerajaan
Palu kemudian bergerak ke utara sampai kebuol. setelah tiba di buol Panjororo
(Pue Bonggo) tinggal puluhan tahun di Buol
Setelah puluhan tahun di buol
kerajaan Palu diserang dari arah timur dan selatan oleh kerajaan Sigi kecuali
ibu kota kerajaan tidak diserang yaitu Besusu dengan diplomasi Sigi dari
Magau Mombine.
Setelah rombongan Pue Sese dan Pue
Bongo tiba di Palu dibuatlah serangan pembalasan terhadap kerjaan Sigi kemudian
Pue Sese dan Pue Bongo mengatur persiapan pasukan untuk serangan balasan.
Pasukan yang disiapkan terdiri dari :
Pasukan dari Dombu / Gunung Gawalise
dibawah pimpinan Bangsawan Pindagi dari Bangga.
Panjororo juga ikut berperang
langsung sebagai penanggung jawab.
Pue Indate Ngisi dan Pue Mpero sebagai panglima perang.
Pasukan terbagi dua masing masing
dibawah pimpinan Puempero dan Pue Ndatengisi, setelah siap semua
persiapan serangan balasan serangan dilaksanakan pada waktu sigi mengadakan “Salia
Madika “ pesta raja
Pasukan Pue Ndatengisi menyerang
dari arah timur, Pasukan Pue Mpera menyerang dari arah barat yaitu dari dolo.
Kecuali ibu kota kerajaan sigi tidak diserang.
Pasukan dari Palu mengobrak-abrik
Pasukan Sigi yang berada di Vatunonju dan Bora.
Rakyat dari Vatu Nonju bernama Lolu
di jadikan tawanan perang kemudian di bawah ke Palu. Dan sebagian tinggal di
Biromaru, dan rakyat berasal dari Sigi tinggal di Palu kemudian diberian tempat
tinggal yang baru yaitu karena mereka berasal dari Sigi.
Setelah Panjororo membawa kemenangan
melawan pasukan sigi maka diadakan beberapa isi perjanjian :
1.
Diadakan upacara Notiro Uve
yaitu upacara sumpah setia mengeluarkan Batu Putih yang diambil
dari Sigi pada muara sunggai Palu dengan sumpah setia berbunyi : “Meumbapa Vatu
Puti Hie pade Mahancuru Tanah Nupalu”
2.
Diadakan pemindahan ibukota kerajaan
dari besusu keserang sungai Palu bagian barat.
3. Magau kedua yaitu Pue Sese mengadakan Manjingge Toru artinya
melepaskan dan menyerahkan Kaogea
4.
Panjororo Akan dikawinkan dengan
Puteri dari siralangi yang bernama Buse Mbaso, tindakan angka 2, 3, dan
4 disebut diatas dilaksanakan secara damai.
Setelah pue Sese menyerahkan jabatan
magau kepada panjaroro Yang disebut saat ini Pue Bongo yaitu dengan acara
Panjingge Toru ibu kota kerajaan dipindahkan dari besusu kebesusus kota yang
sekarang disebut Kelurahan Baru. Maka terjadilah hal sebagai Berikut :
1.
Panjororo yang disebut Pue Bonggo
dan keturunannya berhak menduduki tahta Magau Palu dengan Bulanggo
2.
Labunggulili dan
dinastinya menduduki jabatan sebagai madika malolo Palu
3.
Keturunan Pue Sese beserta
dinastinya akan menjadi Madika Matua Palu.
4.
Labunggulimu dan dinastinya menjadi Baligau Palu.
Hal-hal tersebut diatas hasil
perjanjian / sumpah setia agar tidak terjadi perebutan kekusaan dikerajaan
Palu. Setelah Panjororo tinggal di Besusu Busi Mbaso dari hasil
perkawinannya lahir seorang anak bernama Malasigi.
Malasigi inilah menggantikan ayahnya sebagai magau kedua untuk
kerajaan Palu. Malasigi mempunyai yang diakui oleh kerajaan yaitu seorang
berkedudukan dibesusu dan seorang lagi berkedudukan di Panggona (Kel. Lere)
saat ini.
Yajibose salah seorang bangsawan yang berpengaruh kuat di dolo. dan
siapa yang berhak menggantikan Yaruntasi, apakah Pue Bengge atau Yanuraja
atau Putra dari Yajibose. dan untuk menyelesaikan masalah ini diadakan
musyawarah dikerajaan antara kerajaan Dolo dengan kerajaan Palu dipimpin oleh
Madika Matua dari Besusu dan hasil musyawarah yaitu dibuatkan baruga lima di kaleke
baruga 7 di dolo.
1.
Saudara dari yanu raja bernama
Satimanuru dikawinkan dengan Jalalolu (pue langgo)
2.
Saudara dari Pue Bengge bernama Pue
mbaso dikawinkan dengan Lasambili
3.
Para Bangsawan Masing Masing
mEnerima upeti yang sama
4.
anak dari pue mbaso dan lasambili
setelah besar akan berkedudukan dikerajaan dolo.
Isteri dari besusu lahir seorang
anak laki-laki yang diberi nama Raja Dewa. Isteri dari panggona ini
keturunan dari Silalangi kemudian lahir seorang anak lakilaki bernama Lamakaraka
(Tondate Dayo).
Syner det einaste innlegget.
Mukmin Kota Palu yang berada tepat di tengah-tengah pulau
sulawesi merupakan sebuah kota yang kecil yang berpenduduk sekitar 400rb jiwa.
Memiliki kultur masyarakat heterogen, berasal dari hampir seluruh suku bangsa
negeri ini.
Dalam rentan sejarah bangsa ini, kota Palu sangat jarang di sebutkan baik itu
sejarah sebelum maupun sesudah kemerdekaan. yang kemudian memunculkan berbagai
pertanyaan, kenapa yah? apa sebabnya bisa begitu? apakah Kota Palu belum ada
pada saat itu?
Dalam kesempatan ini kami mencoba mengungkap kembali berbagai peristiwa penting
yang terjadi di Palu yang saat ini sedikit terlupakan (atau mungkin tidak
pernah didapatkan di bangku sekolah?) dan mengendap di
perpustakaan-perpustakaan dan di rak-rak buku kita yang sudah berdebu, seperti
debu-debu yang beterbangan di dalam kota.
Sekilas,
Untuk ukuran sebuah kota, dalam hal ini sebagai pusat pemerintahan dan
perdagangan Palu telah berumur lebih dari 400 tahun yang di diami oleh penduduk
asli yaitu suku Kaili. Yang sampai saat ini menjadi salah satu suku yang
terbanyak jumlah penduduknya di Sulawesi Tengah yang berjumlah sekitar 45% dari
keseluruhan jumlah penduduk Sulawesi Tengah.
Sangat sedikit literatur yang membicarakan kota Palu, kalaupun ada usianya
sudah lebih dari 20 tahun yang lalu. hal ini menjadi salah satu penghambat
penelusuran sejarah. namun banyak hal yang dapat dilakukan untuk melacak
sejarah yang terlupakan ini, salah satunya dengan folk-tale (cerita rakyat)
yang masih ada dimasyarakat sampai saat ini.
Sedikit mengali,
Pada awalnya peadaban to-Kaili terletak di pegunungan yang mengintari laut
Kaili (saat itu kata Palu belum digunakan, karena lembah Palu masih berupa lautan)
yang terdiri dari beberapa Kerajaan lokal. to-Kaili juga terdiri dari beberapa
subetnik Kaili diantaranya To-Sigi, To-Biromaru, To-Banawa, To-Dolo, To-Kulawi,
To-Banggakoro, To-Bangga, To-Pakuli, To-Sibalaya, To-Tavaili, To-Parigi,
To-Kulavi dan masih banyak lagi subetnis Kaili lainnya.
To-Kaili mendiami hampir seluruh seluruh Kota Palu, Kab. Donggala, Kab. Sigi
dan Kab. Parigimautong.
Selain itu to-Kaili juga mempunyai beberapa dialek diantaranya dialek Ledo,
Rai, Tara, Ija, Edo/Ado, Unde, dan lain-lain. an dari semua dialek, dialek Ledo
merupakan dialek yang umum di gunakan. Semua dialek Kaili merupakan dialek yang
dibedakab dari kata "sangkal", karena semua jenis dialek Kaili
mengandung pengrartian "tidak".
Kaili sendiri konon katanya diambil dari satu jenis pohon yang bernama Kaili
(saat ini sudah punah) sebuah pohon yang sangat besar dan tinggi yang menjadi
penanda daratan bagi orang-orang yang memasuki teluk Kaili (teluk Palu dulu
bernama teluk Kaili). Pohon Kaili ini diperkirakan terletak diantara Kalinjo
(sebelah timur Ngata Baru) dan Sigimpu (sebelah Tenggara desa Bora). ditengarai
pohon ini terletak di Ngata Kaili (sebuah kampung yang terletakdi sebelah
selatan Paneki, saat ini masih didiami oleh masyarakat etnik Kaili).
Dalam Epos Galigo tercatat satu riwayat Sawerigading, yang pernah menginjakan
kakinya di tanah Kaili, peristiwa ini terjadi sekitar abad 8-9 M. Cerita
tentang Sawerigading sangat populer di masyarakat Bugis dan juga masyarakat
Kaili. Peristiwa ini juga merupakan cikal bakal terjalinnya hubungan dagang
antara Kerajaan-Kerajaan di Tanah Kaili khususnya Kerajaan Banawa dan Kerajaan
Sigi.
Kapan adanya Palu?
Teluk Kaili dahulu sangat luas yang tepi pantai sebelah barat berada di Desa
Bangga, di belah timur sampai ke Desa Bora dan mengintari Desa Loru. Bisa di
bayangkan seperti apa lembah Palu pada saat itu. proses surutnya laut teluk
Kaili diperkirakan terjadi sebelum Abad 16, sebab pada Abad 16 sudah ada
Kerajaan Palu.
Ada beberapa versi tentang surutnya laut Kaili yang berkebang di masyarakat,
salah satunya adalah saat seekor anjing yang mengganggu ketenangan seekor belut
lalu kemudian terjadi perkelahian hebat yang menyebabkan sang belut keluar dari
lubangnya kemudian oleh si anjing, belut tersebut di seret menuju laut dan serta
merta air laut pun surut dan berakhir di talise.
Lubang belut itu yang kemudian menjadi Rano Lindu (Danau Lindu) sedangkan tanah
bekas di seretnya sang belut kemudian menjadi sungai Palu.
Dalam versi lain di sebutkan proses surutnya air laut terjadi pada saat
Kerajaan sigi yang saat itu di pimpin oleh seorang perempuan bernama Ngilinayo
atau lebih di kenal dengan nama Itondei sedang melakukan pesta besar untuk
rakyat Sigi da terjadi sebuah bencana besar yang mengguncang seluruh daerah
Tanah Kaili. bencana itu menyebabkabkan laut Kaili menyusut dan membentuk
daratan yang pada saat itu di sebut "LEMBA" atau lembah. tidak
diketahui berapa lama proses ini berlangsung. pun halnya dengan menjadi subur
dan nyamannya "LEMBA" untuk ditinggali.
Subur dan nyamannya lembah Kaili menggoda para masyarakat yang pada saat
surutnya laut Kaili sudah menjadi masyarakat pegunungan untuk menempatinya.
terjadilah gelombang urban baik dari barat lembah maupun dari timur lembah. di
timur lembah terjadi dua gelombang yaitu:
- gelombang pertama menempati daerah yang di tumbuhi ilalang (Biro) yang
sekarang bernama Biromaru
- gelombang kedua memecah diri menjadi dua, kelompok yang satu pun memilih
Biromaru dan yang lainnya melanjutkan perjalanan menuju Palu.
Gelombang urban ini kesemuanya berasal dari Raranggonau, sebuah daerah yang
terletak di sebelah timur Paneki.
Untuk menamai tempat yang di diaminya (dalam hal ini urban yang menuju ke Palu)
maka masyarakat menanan Avo mPalu di tepi sungai Palu (tidak diketahui dimana
letak yang pasti). Avo mPalu adalah adalah salah satu jenis bambu yang
bentuknya kecil (Avo mPalu = bambu kecil) yang tumbuh di Daerah Raranggonau.
dan seterusnya nama Palu ini digunakan.
dari barat lembah terjadi satu gelombang yang berasal dari bangga lalu kemudian
menempati satu wilayah yang kini dikenal dengan nama Dolo.
Berapa usia kota Palu?
Pada Abad 16 dalam Aksara Lontara telah di sebutkan satu Kerajaan di tanah
Kaili yang bernama Kerajaan Palu. punhalnya para intelektual belada pada Abad
18 telah menggunakan kata Palu untuk menunjuk daerah lembah Kaili.
Patut ditelusuri kapan tepatnya penggunaan kata Palu untuk Kota Palu sebab hal
ini dapat mengungkap tabir peradaban masyarakat Kaili. Sayangnya, masyarakat
Kaili tidak menganut budaya tulis, melainkan budaya lisan. Hal ini disebabkan
karena orang Kaili mempunyai satu filosofi bahwa tubuh adalah dunia yang kecil,
dan apun yang terjadi di dunia merupakan kejadian dalam diri. Dengan kata lain
tubuh adalah rangkaian catatan-catatan yang terus mengalir dari waktu kewaktu.
Pengertian Kaili secara lingua franca lebih merujuk kepada tubuh, tempat
mengalirnya darah. No -Kaili = mengaliri, dari hulu ke hilir memberi kehidupan
dan pengalaman baru kepada apapun yang dilaluinya.
= catatan khusus=
dari semua peradaban to-Kaili yang coba diungkap disini masih ada lagi satu
peadaban yang di tengarai juga sangat tua yaitu peradanan Lando, yaitu
peradaban to-Kaili yang terletak diantara raranggonau dan tompu. dan ada satu
Kerajaan Kaili tertua yang bernama Kerajaan Sidima yang terletak di Negeri
Kalinjo (sebelah timur Tompu). Namun, kurangnya literatur menyebabkan
pembahasan ini belum dapat di publikasikan.
Pada tulisan ini juga kami tidak menggunakan kata bolovatu mPalu tapi avo
mPalu, dikarenakan penamaan bambu bagi To-Kaili untuk bolovatu digunakan untuk
bambu berukuran besar seperti bambu gobong. Sedangkan avo di gunakan untuk
bambu yang berukuran lebih kecil.
Tulisan ini dihimpun dari berbagai sumber yang di observasi secara literatur
dan wawancara.
sekian,
forum polibu to-Kaili
ditulis oleh mukminsogeahmad
(tulisan ini pernah di tulis di polibutokaili.multiply.com)
Teluk Palu, Diambil dari AFFAN AKA AFFANDO Fotopage
Sebelumnya wilayah Kota Palu sebagai kerajaan Tanah Kaili dengan ibu
negerinya Palu memberlakukan sistim pemerintahan adat raja-raja.
Pemerintahan tanah Kaili dipimpin seorang raja yang dikenal dengan sebutan
To Manuru.
Raja-raja keturunan To Manuru disebut Madika. Kerajaan Tanah Kaili meliputi
empat Kerajaan yaitu : Kerajaan Palu, Kerajaan Tawaili, Kerjaaan Sigi dan
Kerajaan Banawa.
Masuknya pengaruh Belanda akhir abad 19 mengakibatkan
takluknya kerajaan-kerajaan dilembah Palu setelah di dahului oleh perang,
setelah takluk, kerajaan-kerajaan Tanah Kaili
diikat dengan perjanjian jangka panjang (Lange Contruct), kemudian dilanjutkan
jangka pendek ( Karte Velklaring).
Pemerintahan Kerajaan Tanah Kaili memiliki 3 badan :
1. Patanggota, artinya pemegang kekuasaan yang merupakan mentri. Patanggota
terdiri dari empat orang berfungsi sebagai Badan Eksekutif.
2. Pitunggota, artinya pemegang kekuasaan yang merupakan mentri. Pitunggota
terdiri dari empat orang yang berfungsi sebagai Badan Legislatif.
3. Valunggota, artinya pemegang kekuasaan yang merupakan mentri. Valunggota
terdiri dari 8 orang yang berfungsi sebagai Badan Eksekutif.
susunan Pemerintahan kerajaan Tanah kaili pada masa raja-raja yang
ditetapkan adat:
1. Magau adalah Raja yang dipilih dan dilantik secara adat
2. Madika Malolo adalah Raja Muda sebagai wakil magau, dengan syarat
pemilihan yang sama dengan Magau.
3. Madika Matua adalah Perdana Mentri merangkap urusan luar negeri dan
ekonomi diangkat dan diberhentikan oleh magau atas persetujuan Baligau atau
Ketua Kota Pitunggota.
4. Punggava adalah mentri dalam negeri
5. Tadulako adalah mentri pertahanan keamanan
6. Galara atau mentri kehakiman
7. Pabicara atau mentri penerangan
8. Sabandara adalah mentri perhubungan laut
Namun pada akhir abad ke-19 Belanda masuk ke lembah palu dan menaklukan
beberapa kerajaan. Beberapa kerajaan lagi melakukan perlawanan terhadap
pemerintahan Belanda, salah satunya kerajaan Tatanga, namun
yang menyedihkan beberapa kerajaan bersekutu dengan pihak Belanda untuk merebut
kerajaan. Kerajaan yang kalah kemudian dihadiahkan kepada pihak sekutu dan
mengankat Raja baru yang dianggap tunduk kepada Pemerintahan Belanda. Hal ini
mereka tempuh untuk melanngengkan kekuasaannya. Hingga akhirnya banyak
Raja-raja baru yang bermunculan. Yang sering menjadi pertanyaan hingga saat
ini, apakah Raja-raja yang sering disebut saat ini benar - benar keturunan To
Manuru ataukah raja yang di angkat oleh Belanda.
Wajar ketika pihak pemerintah Kota Palu menetapkan Pahlawan lokal Sulteng
banyak menuai kritik. Bukan tidak beralasan, namun karena adanya sejarah yang
simpang siur membuat kota Kaledo ini tidak memiliki Pahlawan lokal seperti
Hasanuddin di Kota Makassar.